Sabtu, 19 September 2015

Kopdar ala Mak: Yang Tertinggal Yang Membahagiakan

Ini cerita lain yang belum sempat saya kisahkan, masih tentang Kopdar rutin Komunitas IIDN.
Beberapa member IIDN mendapat 'julukan' =kuter a.k.a kuis hunter=. Kenapa saya menuliskan tentang kuter ini? Tentu saja karena ada sebabnya. Trus apa hubungannya dengan judul di atas? Ehehehe, sabaarr. Akan saya ulas di paragraf berikut.

Seusai dari Kopdar Rutin di rumah Koordinator Wilayah di daerah Muntilan, salah seorang member memberikan kuis yang bisa diikuti oleh seluruh member IIDN. Kuis kali ini tergolong unik, para peserta 'dipaksa' membuat cerita bergambar dari dua buah foto yang telah ditentukan.
Oh yaa, kuis ini diadakan via chatroom sebuah media sosial dimana kami lebih sering dan lebih intensif berinteraksi.

Ini foto yang digunakan sebagai bahan menulis cerita bergambar.




Setiap peserta kuis harus membuat cerita berdasarkan pada dua foto di atas. Mudah kan?
Tidak. Beberapa member IIDN mengeluh bahwa mereka tidak ada ide untuk membuat 'meme'. Sebenarnya syaratnya cukup mudah, nggak njlimet atau pun aneh aneh. Cukup membuat 'meme' yang menarik. Nah lhoo ....

Berhubung saya termasuk salah satu member IIDN jadul yang gaptek, sebelum ikut kuis tersebut saya harus download beberapa aplikasi yang bisa mendukung. Sasar susur, salah pencet, bolak balik perbaiki dan kirim ulang foto lagi ke panitia ....menjadi keseruan yang makin membuat penasaran. Aku harus bisa...hahahaha, emak jadoel tapi pengin kekinian.

Setelah berkutat dengan hape, dengan aplikasi, memutar otak mencari kata-kata yang pas untuk foto tersebut, ditambah lagi dengan beberapa teman yang sudah lebih dulu mengirim foto 'meme'nya ke pihak panitia ....makin membuat saya gemes, tetapi sekaligus tertantang. Ini saatnya untuk belajar. Jika selama ini saya menjadi penikmat foto meme, kali ini saya menjadi si pembuat. Hahahaha, sombong amit. Udah mirip sombong kerupuk aja ....eeh, salah yaa. Kalau kerupuk itu krombong.... emang minta ditoyor niiihh.

Ini beberapa foto yang ikut dilombakan.









Kalau yang iniii .......hasil uji coba. 








=======&&&&&&&&&&=======


Naah, setelah mengalami beberapa penundaan pengumuman, makluuumm, bu jurinya superduper sibuk.... akhirnya saat yang ditunggu tunggu itu pun tiba.
Saya? Alhamdulillah, saya termasuk salah satu dari dua pemenang. Kalau sudah rejeki, emang ga kemana kan? Hehehehe.

Pelajaran yang bisa diambil dari kuis kali ini adalah:
1. harus download beberapa aplikasi pendukung
2. belajar cropping, edit dan memilih kata yang tepat untuk narasi
3. 'menterjemahkan' foto menjadi beberapa dialog menurut versi dan selera masing masing
4. merasakan 'sensasi' dikejar deadline.... hayaah, wis kaya wartawan ae...


Kemarin, hadiah kuis yang saya menangkan sudah nangkring manis di meja tamu. Sebuah hadiah indah, yang membuat saya tersipu malu ....ciiieee, maluu niiihh yeee



Ini hadiah yang diantarkan oleh neng PJ kuis yang imut dan cantik.




Jujur, seumur umur, saya belum pernah punya foto yang segede itu. Dipigura dengan cantik pula. Di keluarga kami, tidak ada kebiasaan untuk memajang foto apalagi foto diri dalam ukuran besar dan di tempel di dinding. Cicak kalii, nempel di dinding ....hehehehe.
 

Terima kasih banyak jeng Irfa Hudaya sebagai juri cantik bijaksana dan netral...halaah. Terima kasih untuk jeng Nunung Nurlaela sebagai 'penyandang dana'. Terima kasih juga untuk jeng Indah Novita yang sudah bersedia dititipi hadiah, terima kasih pula kepada neng PJ Kuis cantik imut Tini Naibaho yang sudah mengantarkan hadiah ke rumah.

Jangan tanyakan bagaimana perasaan saya. Senang, bahagia dan segala macam deh. Campur aduk.
*ketok'e saya sudah mulai ketularan virus kuter a.k.a kuis hunter yang disebarkan oleh jeng Wiwin.

Yuukk aah, sampai ketemu di tulisan selanjutnya.
Salam.


=======%%%%%%%%%%=======


Senin, 10 Agustus 2015

Kopdar ala Mak: Konvoi yang Thimik Thimik dan Kangen-Kangenan

Minggu 9 Agustus 2015 merupakan hari yang kami: anggota komunitas Ibu Ibu Doyan Nulis tunggu tunggu dengan penuh antusias. Bagaimana tidak, sudah lebih dari sebulan kami tak bersua darat. "Aturan main" yang disepakati selama ini; Kopdar diselenggarakan setiap dua bulan sekali.

Lama yaa?

Memang. Terasa sangat lama ketika ada beberapa hal yang lebih enak bila dibicarakan ataupun dibahas secara face to face. Keseruan, keharuan, kegembiraan, 'ngrabuk nyawa' dan segala rasa yang entah ...(hayaahh) bercampur baur di sana. Rasa ini tidak didapatkan ketika anggota komunitas ini saling bercengkerama via salah satu media sosial.

Kesepakatan pertama, Jeng Fika akan memberi tumpangan pada saya dengan titik kumpul di Denggung Sleman.


Seiring berjalannya waktu, ternyata Jeng Titin yang akan menjemput karena ternyata Jeng Fika berangkat dari daerah Sleman.

Kesepakatan berubah di saat-saat terakhir menjelang keberangkatan ke Muntilan. Yaa, kali ini giliran Ibu Korwil yang menjadi tuan rumah Kopdar IIDN. Dikarenakan rumah Jeng Ety letaknya lebih dekat ke rumah saya bila dibandingkan dengan Jeng Titin, akhirnya Jeng Ety yang akan menjemput.

Pada hari Minggu 9 Agustus 2015 itu bertepatan dengan Pemilihan Kepala Desa di beberapa daerah di Kabupaten Sleman. Kalau tidak salah, ada 35 Desa yang menyelenggarakan coblosan serentak.
Akhirnya, kami pergi ke TPS mruput dan lalu segera meluncur ke Muntilan.
Jujur,  saya memanfaatkan abi untuk mendapatkan nomor antrian awal di TPS.....--aja ditiru yaa--

Selesai dari TPS, saya menunggu Jeng Ety di ujung gang dekat TPS. Sempat error sebentar, karena ternyata Jeng Ety menjemput di rumah. Olalaaa .....

Meluncurlah kami ke Denggung, titik kumpul yang telah disepakati.



Sesampai di sana, ternyata Jeng Dwi sudah duduk manis di DPR - di bawah pohon rindang. Kami masih menunggu teman lain yang akan berkumpul di Denggung. Ternyata mba Flo telat berangkat karena harus merawat ibunya dahulu.

Akhirnya, kami meluncur ke arah Muntilan setelah lebih dulu nyamperin Jeng Fika yang menunggu di depan warung soto. Kelaparan kaliii, nyoto duluu ...hehehehe.





Coba lihat benda yang terpasang di tiang spion sebelah kanan ....jangan Jeng Liya dengan senyum lebarnya ... Itu benda keramat yang menemani kami, khususnya Jeng Fika agar tidak nyasar di jalan. Namanya? Hehehe, obat anti nyasar.


Berombongan, kami meluncur menyusuri Jalan Magelang yang lumayan padat. Setelah bertemu Jeng Tini yang imyuuutt  dan Jeng Lia yang sedang berbadan dua kami segera konvoi ke Muntilan.

Tak seperti lazimnya konvoi sepeda motor, rombongan kami berjalan kisaran 30 - 40 km/jam. Konvoi apa iring-iringan? Aah, embuh lah, mau dibilang gimana. Kenyataannya kami bisa sampai dengan selamat di Muntilan.

Ada yang hilang di jalan. Karena fokus pada perjalanan, kami tak menyadari bila Jeng Tini, Jeng Liya dan Jeng Fika tertinggal jauh di belakang. Usut punya usut, ternyata ban sepeda motor Jeng Tini bocor kena paku. Terpaksa mampir ke bengkel dan mengganti ban dalam lebih dahulu. Adduuuhh, sakke men...
Lak dadi saya imyuuutt noo ...

Akhirnya kami tiba di rumah Ibu Korwil, meskipun harus dijemput di ujung gang dekat masjid. "Kurang sak belok'an maneh..."kata Mas Fathur sambil tersenyum kecil. Mungkin beliau maklum, penunjuk jalan kali ini lalen, pelupa. Maka tak heran kalau kami pakai acara nyasar lebih dahulu. Upss, maaf jeng Ety.


Di lokasi, sudah hadir lebih dahulu Jeng Sulis, Jeng Neni dan Jeng Nunung bersama  Hazid. Tentu saja, si ganteng ini langsung menjadi pusat perhatian kami semua. Sumeh, murah senyum, tidak takut pada orang lain yang belum dikenal, lasak, dan tingkah polah lucu lainnya yang menggemaskan. Maklum, Hazid baru berusia kurang dari 2 tahun. Lagi lucu-lucunya.



Mungkin, foto-foto berikut bisa bercerita lebih lengkap dan lebih berwarna.....hayaaa, kok kaya spidol ajaa.













Narsis? Itulah kelebihan kami. Tak ada acara kopdar tanpa diwarnai aksi pasang gaya macam gini, Lihatlah... Trio IIDN sedang beraksi, wajah imyut polos tanpa 'warna a.k.a make up' ....









Tuuuhh... Mbak Dwi Lestari sudah ketularan narsis tuuh, pasang aksi depan sendiri..wkwkwkwkwkwk.





Inilah moment yang sukses membuat bu guru Budiarti, biasa kami panggil Mahde, menangis karena haru dan bahagia. Mukanya memerah, speechless.
Lilinnya pun, lilin ukuran jumbo. Bukan lilin hias seperti lazimnya yang disematkan di kue ulangtahun. Gapapa ya Mahde, tak ada akar rotan pun jadilah.





Tak ketinggalan, selfie bareng bikin suasana tambah meriah.


Pembagian hadiah oleh Pije yang cantik imut dan penuh senyum.... Senangnyaaa.



Daaan... Ini yang terakhir sebagai gong dari semua keseruan sesiangan di Muntilan.





=======&&&&&&&&&&=======


Sampai ketemu di Kopdar selanjutnya di tempat dan acara yang berbeda tentunya. Mau ikutan narsis dan berbagi ilmu serta menikmati keseruan saat berkumpul bersama? Yuukk, joint di IIDN Jogjakarta.

* foto foto koleksi IIDN Yogyakarta


===========the end============



Senin, 12 Januari 2015

Transfer Ilmu ala Mak: Hati-hati Memberi Informasi kepada Anak

Memiliki banyak teman yang berasal dari berbagai komunitas memang menyenangkan. Banyak pelajaran yang bisa kita petik dalam berinteraksi sehari-hari bersama mereka.

Seperti pagi ini, kami para member IIDN Korwil Jogjakarta asyik bercanda saling sapa dalam chatroom sebuah media sosial. Segala hal bisa dibahas di sana, dari mulai canda tawa, berbagi ilmu, berbagi resep masakan, sampai membicarakan materi buku atau cerita pendek yang hendak ditulis.
Tak ada sekat antara member yang baru bergabung dengan member 'senior' yang sudah malang melintang --hayaah...bahasane-- lama di IIDN Jogja. Semuanya melebur dalam pembicaraan yang beragam. Terkadang sangat cair hingga sesama member bisa saling meledek satu sama lain. Yang dudul lah, yang pelupa lah, yang doyan ngemil lah, yang anteng lah [kalau pegang toples camilan], yang celelekan lah..... Terkadang pembicaraan mengarah pada pembahasan serius tentang suatu hal.

Keseriusan itu bermula ketika salah seorang member menuliskan: siput hamil tua. Pembahasan yang panjang pun dimulai. Tau kenapa?

Pertanyaan yang muncul adalah: benarkah siput itu hamil?

Percakapan melebar kemana-mana. Ada yang akan menyimpan kosa kata itu untuk bakal bukunya. Ada pula yang menimpali dengan menuliskan bahwa kosa kata tersebut bisa dijadikan bahan untuk 'ngebom' salah satu majalah anak-anak dengan cerita tentang siput hamil tua yang jalan di lantai licin. Nah looo...makin nggak jelas kan?

Chat makin hangat dengan salah satu member yang 'agaknya' berpikir lama tentang kosa kata tersebut. Secara biologi, siput itu beranak atau bertelur tho? Kita seperti dipaksa untuk mengingat kembali pelajaran biologi semasa SMP dulu. Hehehehe, pagi-pagi tapi sarapannya berat begini.

Sebenarnya pemakaian kosa kata tersebut sebagai penyangat, kalau anak-anak sekarang menyebutnya sebagai lebay ...untuk mengungkapkan atau menggambarkan sesuatu yang super duper lelet. Sempet diprotes: memangnya kalau lagi hamil terus gerakannya jadi super duper lelet begitu? Hehehe, iya kalii.

Ada lagi pertanyaan yang menggelitik. Sebenarnya binatang yang bertelur atau beranak itu sebutannya apa siih? Hamil? Ini tentang pemilihan kosa kata yang tepat untuk binatang. Bunting?
Jawabannya kami peroleh dari member yang bersuamikan dokter hewan. Apa? Bunting, tentu saja.

Kembali ke kosa kata siput hamil tua. Menurut kami, kosa kata itu memberikan informasi yang salah. Apa lagi bila kosa kata itu akan dipergunakan sebagai salah satu materi cerita anak nantinya. Karena siput itu ovipar, bertelur. Kosa kata hamil biasa digunakan untuk manusia.
Sedangkan kosa kata bunting lebih banyak diistilahkan untuk vivipar, hewan beranak.

Pembahasan makin panas, makin bernas, makin menguras otak untuk mengingat kembali pelajaran saat SMP dulu. Meskipun rentang usia kami beragam, tetapi beberapa pengetahuan dasar yang kami pelajari tidak jauh berbeda, makanya diskusi pagi ini cukup menarik untuk diikuti. Sayang bila dilewatkan.

Obrolan beralih ke diksi buat humor. Katanya sii diksi buat humor itu sepertinya bebas, istilahnya tidak harus ilmiah. Benarkah begitu?

Member yang lain berpendapat  bahwa bahasa bahasa humor memiliki segmen tertentu. Bahasanya mungkin secara ilmiah dan EYD tidak sesuai, tetapi hal itu tidak dipermasalahkan karena segmen pembacanya kalangan remaja dan dewasa. Sementara untuk cerita anak, kita tidak bisa melakukan hal seperti itu.
Beda segmen beda perlakuan...itu yang perlu dipegang saat menuliskan sebuah naskah cerita. Apalagi bila kita bicara tentang fiksi fantasi, yang sangat tiada batas. Tetapi pengetahuan dasar tetap utama. Jangan sampai ada 'bias' dalam pemilihan kosa kata yang kita pergunakan.
Berat yaa? Hehehehe, sarapan yang luaar biaasaa.....

Saya punya pengalaman pribadi yang mungkin bisa dijadikan bahan pelajaran. Anak bungsu saya itu punya sifat yang keras kepala. Eit nanti dulu, bukan dalam konotasi negatif. Justru sebaliknya. Informasi apapun yang diterimanya pertama kali, itu yang dianggapnya benar. 
Suatu ketika, ia pernah bertanya tentang suatu hal kepada asisten rumah tangga kami. Oleh asisten rumah tangga dijawab asal-asalan. Naah, si bungsu ini meyakini bahwa jawaban yang diberikan tersebut adalah benar, sehingga ketika kami orang tuanya berusaha meluruskan jawaban tersebut, ia marah besar. Ia tetap bersikukuh bila jawaban asisten rumah tangga kami lah yang benar.


Saat itu ia berusia 3 tahun an. Usia dimana rasa keingintahuannya demikian besar. Segala hal akan dia tanyakan. Kalau dia bertanya tentang billboard misalnya, dia akan bertanya itu apa? Tulisannya bunyinya apa? Kenapa dipasang di situ? Kenapa warna biru (misalnya)? Kenapa bintang iklannya harus laki-laki?  ....terus seperti itu hingga dia puas dengan jawaban yang kami berikan. 

Hal inilah yang membuat kami sebagai orang tuanya sadar dan berusaha untuk selalu mencari jawabannya di buku yang relevan untuk pertanyaan yang ia ajukan. 


Intinya, sebagai penulis [ciiee....] kita harus membiasakan diri untuk memberikan informasi tentang pengetahuan dasar --dalam hal ini siput--  kepada anak dengan benar. Ini tugas belajar untuk penulis fiksi [terutama] untuk belajar dan menggali lagi ilmu tentang biologi....
Untuk hal-hal yang eksakta serupa itu kita tidak boleh ngawur, sebab kita berharap bacaan yang kita tuliskan untuk anak bisa dipergunakan untuk menambah pengetahuan melalui cerita yang menarik. Bahasa yang dipergunakan pun tak harus kaku, buatlah se cair mungkin agar lebih menarik minat anak-anak untuk gemar membaca.

Naah....beberapa ilmu sudah diserap tanpa sadar. Obrolan panjang yang bernas, menurut saya.
Semoga bermanfaat.

Peluk hangat.

=====%%%%%%%=====