Jumat, 24 Februari 2012

Setengah Mati Merindu [ Penantian di Candi Plaosan ]

Tyas mematikan ponselnya. Dipandanginya gerbang masuk ke candi Plaosan sekali lagi, barangkali yang ditunggunya sejak tadi akan muncul di sana. Tetapi tak ada seorangpun yang menjumpainya. Dia mendesah. Lalu dengan lesu, diseretnya langkah kaki meninggalkan halaman candi. Kembali hatinya diliputi kegundahan yang luar biasa.
“ Sampai kapan penantian ini akan berakhir ? “ desisnya lirih. Dipandanginya langit yang mulai semburat jingga. Hari ini hujan tak turun, senja menjadi lebih indah dengan candik ala yang merona. Sesekali melintas burung sriti yang bergegas menuju sarangnya, ditingkah cericit kelelawar yang memburu nyamuk. Debu berhamburan di jalanan, tetapi semua tak dihiraukannya.

mungkin kau bukanlah jodohku
bukan takdirku
terus terang, aku merindukanmu
setengah mati merindu ……
[ Setengah Mati Merindu – Judika ]

Tyas bersenandung mengikuti syair lagu Judika…. Sesekali ia tersenyum pada para petani yang melintas atau berpapasan dengannya. Hamparan sawah di depannya sudah mulai menguning, sebentar lagi mereka akan memanen hasil kerja kerasnya selama beberapa bulan.
“ eh non Tyas. Kemana saja selama ini non ? Kok lama nggak pernah kelihatan ? “ kang Arjo menyapa ramah. Disalaminya tangan gadis itu.
Mereka segera berbincang akrab. Sambil menyusuri jalan setapak diantara pematang sawah, kang Arjo banyak bercerita ngalor ngidul. Terlebih setelah tahu Tyas baru saja mengunjungi candi Plaosan.
……..

“ dahulu, orang tua kita sering berpesan kalau pacaran jangan pergi ke candi. Pamali katanya. Mereka percaya bila hubungan itu akan putus di tengah jalan atau cerai non….” Urai kang Arjo panjang lebar.
“ ah. Masa sih…? “ Tyas memotong. Rasanya hal itu tak masuk akal sehatnya.
betul non. Tetapi itu duluuuu. Waktu kang Arjo masih kecil…”
“ tapi kenapa kang ? bukankah candi ini cantik banget….coba kang Arjo lihat sendiri. Di waktu senja begini, candi itu kelihatan anggun, seakan putri yang sedang bersolek menunggu kekasihnya … “ kata Tyas. Pandangannya kembali menoleh ke belakang, mengagumi keindahan candi Plaosan.
“ mitos itu sudah lama dilupakan orang jeng…” suara bariton yang berat mengejutkan mereka. Rupanya Bram mengikuti di belakang tanpa mereka sadari sebelumnya.
Pipi Tyas merona merah, dan kang Arjo berdehem menggodanya…..
#####

“ ketahuilah, kedua candi Plaosan ini memancarkan aura cinta kasih. Candi ini merupakan perwujudan cinta kasih sang raja kepada permaisurinya. Bayangkan saja….. di jaman dulu kala, mereka sudah mengenal apa artinya toleransi beragama…..” jelas Bram. Tentu saja dia sangat paham, pekerjaannya menuntutnya menguasai seluk beluk pariwisata di Indonesia.
“ kenapa begitu ? “ kening Tyas berkerut. Heran.
sang raja Rakay Pikatan beragama Hindu, sementara permaisurinya Pramudya Wardhani beragama Buddha…” beber Bram. Tangannya begitu saja mencubit ujung hidung Tyas.
Diam diam kang Arjo berlalu di belakang mereka. Dia tak ingin mengganggu perbincangan yang mengingatkannya pada kisah kasihnya yang tak tersampai.
……………
Dulu sewaktu masih sama sama SMA, kang Arjo pernah naksir berat pada Tyas, gadis paling manis di kampungnya. Rupanya gayung bersambut, cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Mereka berpacaran backstreet, karena orang tua Tyas yang orang terpandang di kampung tak menyetujui hubungan mereka.
Tetapi Tyas tetap menjalin hubungan dengan kang Arjo, putra pemain kethoprak yang beristri dua. Itulah alasan yang mendasari orang tua Tyas mati matian memisahkan mereka. Hingga pada akhirnya kang Arjo menjauh setelah orang tua Tyas mengancamnya agar menjauhi anak semata wayangnya.
Lama tak terdengar khabar berita, tiba tiba saja Tyas muncul di hadapannya. Wajahnya masih sesegar dulu, tak banyak berubah. Badannya juga masih langsing, dan senyumnya masih saja mampu merontokkan jantung Arjo. Seperti sore ini, saat tak sengaja bertemu di perjalanan pulang dari sawah garapannya.
#####

Bram masih sibuk menerangkan mitos tentang candi Plaosan. Tyas hanya mendengarkan sambil sesekali tersenyum. Gaya bicara Bram sangat menarik, tangannya tak henti bergerak gerak seperti sedang menari. Seakan akan dia sedang berbicara didepan turis yang dipandunya.
perbedaan diantara raja dan permaisuri itu tidak mempengaruhi cinta mereka. Masing masing bisa menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya sehingga kehidupan asmara mereka tetap berjalan baik. Dan kau tahu …. Mereka bisa menumbuhkan benih benih cinta sejati…”
lalu ? “ timpal Tyas.
setelah mereka meninggal, orang orang memandang candi Plaosan sebagai perwujudan cinta suci antara lelaki dan perempuan. Itulah kenapa banyak sekali pengunjung yang berpasang pasangan dating ke tempat itu, untuk mendapatkan tuah dari raja dan permaisuri yang meninggal. Kabarnya pula……” Bram sengaja menghentikan ucapannya. Dipandanginya Tyas, mencoba mencari reaksi di wajahnya.
Sejurus kemudian, Bram melanjutkan ceritanya. Kabarnya pasangan yang sering berselisih dianjurkan mengunjungi candi Plaosan. Katanya mereka akan kembali mesra sepulang dari sana…..”
Tyas terdiam. Lama. Pikirannya sibuk menerawang, mengingat kejadian demi kejadian yang dialaminya beberapa tahun silam.
katanya lagi…. Ini katanya lhooo… pengunjung yang masih lajang akan mendapatkan jodoh yang diharapkan..” seloroh Bram. Tyas tersenyum. Dia tahu apa maksud perkataan laki laki itu.
………………….


1330062106694365918
doc koleksi pribadi


Tyas memutuskan untuk kembali ke Kotabumi, tempat selama ini ia mengasingkan diri dari orang orang yang mengenalnya. Perih hatinya karena patah hati dulu belum sepenuhnya pulih. Dia masih menyimpan marah dan benci pada orang tuanya. Tyas menganggap kedua orang tuanya tak realis menyikapi jalinan cintanya. Benarkah ??
Kenyataannya kini apa yang dikatakan orang tuanya benar adanya. Kang Arjo yang telah menikah, ternyata telah mendua. Bahkan istri mudanya tengah hamil, sementara istri tuanya baru saja melahirkan.
Kali ini Tyas benar benar berterimakasih atas larangan itu. Mungkin, dirinyalah yang akan mengalami nasib seperti istri kang Arjo sekarang bila dulu dia nekat menikah.
Sementara Bram, laki laki yang mendekatinya belakangan ini, masih menyisakan berjuta tanya di hati Tyas. Laki laki itu memang baik, humoris, dan kelihatannya bertanggung jawab. Cuma sayangnya, dia tak pernah sekalipun ‘menembaknya’. Tyas tak ingin salah mengartikan kebaikan dan kedekatan di antara mereka.

Dipandanginya tetes hujan dari balik jendela kamarnya. Hujan yang turun sejak semalam membuatnya enggan beranjak. Panggilan telepon di hapenya sejak tadi tak dihiraukannya. Pikirannya ngelantur kemana mana.
aahh…” desahnya. Dikibaskannya bayangan buruk yang melintas di kepalanya.
Ting tong….ting tong….. bel rumah berbunyi nyaring. Tyas mengacuhkannya. Mbok Yem yang tergopoh gopoh membukakan pintu depan. Disana ada Bram, tegak berdiri dengan pakaian basah kuyup. Mbok Yem mempersilahkan Bram yang belum pernah dilihatnya untuk duduk di kursi teras, sementara dia memanggil Tyas.
non. Ada tamu untuk non…. “ kata mbok Yem.
siapa mbok ?? Kenapa tak disuruh masuk saja ? “
Tyas segera menuju ke ruang depan.

Mengapa waktu tak pernah berpihak kepadaku
Apakah aku terlalu, terlalu banyak berkelana
Mengapa kita masih saja tak pernah bersatu…

Dari arah teras sayup sayup mengalun lagu Setengah Mati Merindu – Judika, lagu kesukaannya. Tyas terbelalak, tak menyangka bila Bram benar benar mencarinya hingga ke sini. Disongsongnya pemuda itu, lalu ditariknya masuk ke ruang tamu. Tak dipedulikannya lantai yang menjadi basah.
Tyas menjadi sangat sibuk. Dicarinya handuk bersih, juga pakaian ganti. Diulurkannya pada Bram, dan mempersilahkannya membersihkan diri. Mbok Yem juga tak kalah sibuknya. Dia menyeduh kopi panas, dan menyiapkan beberapa penganan panas untuk Bram.

#####

kedatangan Bram memang benar benar di luar dugaan Tyas. Dia rela capek capek menempuh perjalanan sangat panjang hanya untuk menjumpai Tyas.
Tyas, maukah kau menjadi ibu dari anak anakku kelak ? “ Bram langsung menyatakan isi hatinya. Wajahnya nampak sangat serius, hingga Tyas menahan tawa yang hampir keluar dari bibirnya.
tapiii….” Belum sempat Tyas menyelesaikan kalimatnya, Bram mengibaskan tangannya.
aku sudah menemui kedua orang tuamu. Sudah kuutarakan maksudku untuk meminangmu.Beliau menyetujui dan menyerahkan keputusan ini padamu. Bagaimana ?? “ sorot mata penuh harap nampak di wajah Bram. Kemana wajah dan mata jenaka yang selama ini selalu menghiasi wajahnya ?
Tyas terdiam cukup lama. Hatinya sibuk menimbang nimbang jawaban apa yang akan dia berikan pada Bram. Sampai mbok Yem mempersilahkan mereka sarapan pun, Tyas belum juga memberikan jawaban.
Akhirnya Tyas mengangguk. Mereka berjalan menyusuri kebun kopi yang bersebelahan dengan kebun rambutan. Hujan telah reda, menyisakan jalan setapak yang licin. Sesekali Bram menggandeng tangan Tyas, sambil menggodanya.
“ kembalilah ke Jogja. Kita akan membesarkan anak anak kita di sana “ kata Bram.
“ di kebun ini, hatiku tertambat Bram ….” Sahut Tyas.
Bram tersenyum. Diraihnya jemari Tyas. “ Kelak, kita akan menghabiskan hari tua berdua di sini….” bisiknya pelan.
#####

Kini mereka kembali menyusuri pematang, menuju ke candi Plaosan. Mereka ingin cinta mereka abadi, sama halnya dengan cinta sang raja pada permaisuri.
Candi Plaosan, lambang penyatuan dua perbedaan , menumbuhkan benih benih cinta sejati.


1330062002292300409
gambar dari google


---000---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar