Aku
berdiri di balik jendela kamarku yang menghadap arah matahari terbit.
Sesekali masih kulihat semburat jingga ke kuning keemasan rona mentari
yang menyembul di sela gerombolan awan kelabu berarak membentuk mendung
pekat. Angin yang berhembus menerbangkan dedaunan menguning luruh
menutup hamparan tanah basah.
Aku menghela nafas. Inikah arti sebuah penantian itu ? Penantian yang belum tampak kemana ujungnya bermuara ?
……..
Aku menamainya Penjara Pintu Biru. Di sanalah kutemui bayangmu, dalam lembutnya dekapan dan senyum hangat mentari.
diantara gemulai lambai ilalang
yang menari bersama desau angin menyisir dedaunan
ujung ranting terangguk, menyapu tepian pematang
ditingkah tawa bocah, semarak susuri tanggul sungai kecil
gemericik air, serenade indah nyanyian jiwa tak terkotori
nafsu syak wasangka dan rindu dendam
dalam dekap rayu memagut senja
saat susuri kelok lubuk dan lembah ngarai
berhiaskan butir kabut menggumpal
menapaki dinginnya malam
dan ragapun terkulai sudah
Harum
segar tubuhmu, binar sorot matamu, bagai berlembar tarian huruf di
kertas kerja sang penyembuh, menjelma dalam ampul cairan injeksi,
berbutir tablet dan ratusan kapsul. Kaulah segala obat itu bagiku.
Sungguh,
bersamamu kutemukan oase, tempat dahaga kutuntaskan. Kubasahi gersang
hati ini dengan butir air berembunmu, sesejuk kecupan halimun di
penghujung hari. Tak kan ragu ku berenang di danau cintamu, seakan
hendak kutuntaskan segala gelora yang mengendap di jantungku.
“ sini….
Sayangku. Rebahlah dalam teluk kasihku. Reguk bersama kehangatan tungku
cinta kita…..” sapamu, hampir selembut ayunan kapas yang melambai
bersama siulan bayu. Hanya senyum yang mampu kulakukan. Sungguh, apalagi
yang bisa ku perbuat ??
#####
“ mas Na…..” desahku. Hampir tak mampu sibakkan senyap. Desau angin ini terlalu kuat, sekeras apapun kucoba teriakkan namamu.
Aku
masih berdiri di balik jendela kamarku yang menghadap arah matahari
terbit. Sesekali masih kulihat semburat jingga ke kuning keemasan rona
mentari yang menyembul di sela gerombolan awan kelabu berarak membentuk
mendung pekat. Angin masih berhembus menerbangkan dedaunan menguning
luruh menutup hamparan tanah basah.
……….
Kilat
sibakkan gelapnya langit, gemuruhpun robekkan kesunyian sekeliling.
Tiba tiba ….dduuuuaaaarrrr….. petirpun ikut mewarnai ujung malam
berkabut itu. Aku tersadar. “ astaghfirullah hal adziem…., ampuni aku ya
Allah…” lamunan telah membawaku mengembara ke dunia angan.
Kini
aku berdiri di halaman, disamping hamparan sawah hampir menguning,
bersama paman petani dan istri mereka, bersenda gurau mengusir kawanan
pipit yang berombongan mengayun batang padi, yang makin merunduk
keberatan beban.
Senyum
cerah mereka menyadarkanku, tak ada kesedihan yang tak teratasi, tak
ada kesusahan yang tak terhapuskan. Sederhana cara mereka, akankah aku
bisa mengikutinya ??
---000---
NB : thank you for Farrah, this story of your life
Tidak ada komentar:
Posting Komentar